Berikut ini saya kutipkan tentang cara ruqyah/jampi-jampi/ cara mengobati orang sakit atau sejenisnya yang diperbolehkan dalam Islam. Insya Allah sumber-sumber hukum yang saya posting dapat dijadikan pegangan yang kuat. Semoga dengan mempelajari ini, kita umat muslin tidak terjerumus pada perdukunan atau condong kepada kemusyrikan, na'udzubillah..
(Ayat Qur'an atau Hadits yang say tampilkan dalam format gambar, jika kurang jelas, silahkan klik ayat/hadits tersebut untuk memperbesar tampilan)Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy ia berkata, “Dahulu kami biasa melakukan
jampi-jampi di masa Jahiliyah, lalu kami bertanya,
“Ya Rasulullah,
bagaimana pendapat engkau tentang yang demikian itu ?”. Rasulullah
SAW menjawab,
“Perlihatkanlah dulu kepadaku bagaimana jampi-jampi
kalian. Tidak mengapa menjampi selama tidak mengandung syirik”. [HR.
Muslim juz 4, hal.1727]
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy bahwasanya beberapa orang diantara shahabat
Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan (musafir) lalu mereka melewati
suatu kampung dari kampung-kampung Arab. Mereka berharap bisa
menjadi tamu di kampung tersebut, tetapi penduduk kampung itu tidak
mau menerimanya. Lalu penduduk kampung tersebut bertanya kepada
mereka,
“Apakah diantara kalian ada orang yang bisa menjampi ?”.
Karena kepala kampung di sini baru terkena sengatan. Seorang dari
rombongan sahabat itu menjawab,
“Ya, ada”. Lalu shahabat tersebut
datang kepada kepala kampung tersebut dan menjampinya dengan Surat
Al-Fatihah. Ternyata kepala kampung itu sembuh, lalu shahabat tersebut
diberi upah beberapa ekor kambing. Tetapi shahabat yang menjampinya
itu tidak mau mengambilnya dan berkata,
“Saya akan menyampaikannya
dulu kepada Nabi SAW”. Kemudian dia datang kepada Nabi SAW dan
menceritakan hal tersebut kepada beliau. Ia berkata,
“Ya Rasulullah, demi
Allah saya tidak menjampi kecuali dengan membacakan surat Al-Fatihah”.
Maka Nabi SAW tersenyum dan bersabda,
“Darimana kau tahu bahwa
surat Al-Fatihah itu bisa untuk menjampi ?”. Lalu beliau bersabda,
“Ambillah (kambing-kambing itu) dari mereka dan ikutkan saya dalam pembagian kalian”. Dan dalam riwayat lain disebutkan, shahabat itu lalu
membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) dan mengumpulkan ludahnya lalu
meludahkannya (pada yang sakit), maka sembuhlah kepala kampung itu.
[HR. Muslim juz 4, hal.1727]
Keterangan :
Dalam riwayat Ibnu Hibban juz 13 hal. 476 no. 6112 bahwa kambing
tersebut berjumlah 30 ekor.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata, “Kami sedang beristirahat di suatu
tempat, tiba-tiba seorang wanita datang kepada kami dan berkata,
“Sesungguhnya kepala kampung kami sedang sakit karena tersengat
kalajengking. Apakah diantara kalian ada yang bisa menjampi ?”. Maka
seseorang diantara kami berdiri lalu pergi bersama wanita itu. Kami tidak
menduga sebelumnya, bahwa teman kami itu pandai menjampi. Lalu dia
menjampi kepala kampung itu dengan membaca surat Al-Fatihah, maka sembuhlah (kepala kampung itu). Lalu orang-orang kampung memberinya
kambing dan memberi kami minum susu. Kami bertanya kepada teman
kami,
“Apakah engkau memang pandai menjampi ?”. Dia menjawab,
“Aku
hanya menjampinya dengan surat Al-Fatihah”. Aku (Abu Sa’id) berkata,
“Jangan kalian apa-apakan dulu kambing itu sebelum kita datang melapor
kepada Nabi SAW”. Kemudian kami datang kepada Nabi SAW dan
menuturkan hal itu kepada beliau. Mendengar penuturan kami beliau
bersabda,
“Bukankah tidak ada yang memberitahu, bahwa surat Al-
Fatihah itu bisa untuk menjampi ? Bagilah kambing-kambing itu dan
berilah aku bagian bersamamu”. [HR. Muslim juz 4, hal.1728]
Dari Anas (bin Malik), ia berkata,
“Rasulullah SAW memperbolehkan
menjampi untuk mengatasi sakit mata, racun dan luka di lambung”. [HR.
Muslim juz 4, hal. 1725]
Dari Abuz Zubair bahwasanya ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata,
“Nabi SAW membolehkan Bani ‘Amir menjampi (karena digigit) ular”. Abuz
Zubair berkata,
“Dan aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata,
“Seseorang diantara kami tersengat kalajengking. Ketika itu kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu ada orang bertanya, “Ya Rasulullah,
bolehkah aku menjampinya ?” Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa
diantara kalian bisa menolong saudaranya (kawannya), hendaklah dia
lakukan”. [HR. Muslim juz 4, hal.1726]
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW melarang jampi-jampi. Lalu
datanglah keluarga ‘Amr bin Hazm kepada Rasulullah SAW. Mereka
berkata, “Ya Rasulullah, kami mempunyai jampi-jampi yang bisa untuk
menjampi sengatan kalajengking. Sedangkan engkau melarang jampi-
jampi”. Lalu mereka memperlihatkan jampi-jampi mereka kepada
Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Aku kira tidak apa-
apa. Barangsiapa diantara kalian bisa menolong saudaranya, hendaklah
dia lakukan”. [HR. Muslim juz 4, hal.1726]
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu Rasulullah SAW apabila salah seorang
anggota keluarganya ada yang sakit, beliau meniupkan padanya Al-
Mu’awwidzaat. Maka ketika beliau sakit yang menyebabkan beliau wafat,
aku meniupkannya pada beliau, dan aku mengusapkan dengan tangan
beliau sendiri, karena tangan beliau lebih besar berkahnya dari pada
tanganku”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1723]
Dari ‘Aisyah RA bahwasanya Rasulullah SAW apabila akan tidur, beliau
menghembuskan pada kedua tangannya, dan membaca Mu’awwidzaat
(surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas), kemudian mengusapkan kedua
tangannya ke tubuhnya. [HR. Bukhari juz 7, hal. 149]
Dari ‘Aisyah, bahwasanya Nabi SAW apabila akan tidur setiap malam,
beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya, kemudian menghembus
keduanya, lalu membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas,
kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangannya itu ke seluruh
tubuhnya semaksimalnya, beliau memulai dari kepala, wajah dan apa yang bisa dijangkau. Beliau melakukan yang demikian tiga kali. [HR.
Bukhari juz 6, hal. 106]
Anas berkata kepada Tsaabit (yang sedang sakit), “Maukah kamu aku
ruqyah (jampi), sebagaimana Rasulullah SAW meruqyah ?”. Tsaabit
berkata, “Mau”. Anas berkata, “Alloohumma robban-naas mudzhibal
baasi, isyfi antasy-syaafii laa syaafiya illaa anta syifaa-an laa
yughoodiru saqoma” (Ya Allah Tuhannya seluruh manusia yang
menghilangkan gangguan (penyakit), sembuhkanlah dia, Engkaulah
Penyembuh yang tidak ada penyembuh kecuali Engkau, kesembuhan
yang tidak kambuh lagi). [HR. Bukhari juz 7 hal. 24]
Dari ‘Aisyah RA bahwasanya Nabi SAW memohonkan perlindungan untuk
sebagian keluarganya, beliau mengusap dengan tangan kanannya, lalu
berdoa, “Alloohumma robban-naas adzhibil baasa wasyfihi wa antasy-
syaafii laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughoodiru saqoma”
(Ya Allah Tuhannya seluruh manusia, hilangkanlah penyakitnya, dan
sembuhkanlah dia, dan Engkaulah penyembuh yang tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
kambuh lagi). [HR. Bukhari juz 7, hal. 24]
Keterangan :
Dari hadits-hadits diatas bisa dipahami bahwa ruqyah (jampi-jampi) yang
tidak mengandung syirik itu tidak dilarang. Menurut riwayat Bukhari di atas,
Nabi SAW biasa melakukan ruqyah ketika akan tidur, yaitu menghembus
pada kedua tapak tangan yang disatukan dan membaca surat Al-Ikhlash,
Al-Falaq dan An-Naas, lalu mengusapkan ke seluruh badan
semaksimalnya. Dan ketika Nabi SAW menjenguk orang sakit, beliau juga
melakukan ruqyah dengan membaca doa bagi orang sakit.
Petunjuk Nabi SAW tentang wabah yang berjangkit di suatu daerah Dari Usamah bin Zaid, ia berkata : Rasulullah SAW besabda, “Penyakit
tha’un (lepra) adalah tandanya hukuman (siksa). Dengan penyakit tersebut
Allah ‘Azza wa Jalla menguji manusia dari hamba-hamba-Nya. Maka
apabila kalian mendengar penyakit tersebut menimpa (suatu daerah),
janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan apabila menimpa suatu daerah
sedangkan (pada waktu itu) kamu berada padanya, maka janganlah kalian
lari darinya”. [HR. Muslim juz 4, hal.1738]
Dari Usamah bin Zaid, dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda,
“Sesungguhnya sakit (lepra) ini atau penyakit ini adalah suatu siksa
(hukuman) yang dengannya sebagian ummat-ummat sebelum kalian
dahulu disiksa. Kemudian setelah itu penyakit tersebut menetap di bumi.
Lalu penyakit itu suatu saat hilang, dan suatu saat datang lagi. Maka
barangsiapa yang mendengar bahwa penyakit tha’un tersebut menimpa di
suatu daerah, janganlah sekali-kali ia datang kepadanya. Dan barangsiapa
yang berada di suatu daerah yang sedang ditimpa penyakit tersebut, maka
jangan sekali-kali dia keluar karena ingin menghindari”. [HR. Muslim juz 4,
hal.1738]
Dari Abdullah bin Abbas, bahwasanya Umar bin Khaththab pergi ke negeri
Syam. Ketika Umar sampai di kota Saragh (kota di pinggiran Syam dari
arah Hijaz), dia ditemui oleh pimpinan-pimpinan beberapa kota di Syam,
yaitu Ubaidah bin Jarrah dan shahabat-shahabatnya. Mereka
memberitahu Umar bahwa wabah sedang berjangkit di negeri Syam. Ibnu
Abbas berkata, “Umar lalu berkata, “Panggilkan untukku orang-orang
Muhajirin yang pertama”. Lalu aku panggilkan mereka. Kemudian Umar
bermusyawarah dengan mereka dan memberitahu mereka bahwa wabah
telah berjangkit di negeri Syam. Lalu mereka berbeda pendapat. Sebagian
mereka berkata, “Sungguh engkau keluar untuk suatu urusan yang
penting, maka kami tidak setuju kalau kamu kembali”. Dan sebagian
mereka berkata, “Engkau diikuti oleh orang banyak dan shahabat-
shahabat Rasulullah SAW, maka kami tidak setuju kalau kamu membawa
mereka itu menuju ke wabah ini”. Lalu Umar berkata, “Tinggalkanlah aku”.
Kemudian dia berkata, “Panggilkan untukku orang-orang Anshar”. (Ibnu
Abbas) berkata, “Lalu aku panggilkan mereka. Kemudian Umar
bermusyawarah dengan mereka. Dan ternyata orang-orang Anshar itupun
sama seperti orang-orang Muhajirin tadi, yaitu orang-orang Anshar itu
berbeda pendapat seperti orang-orang Muhajirin”. Maka Umar berkata,
“Tinggalkanlah aku !”. Kemudian Umar berkata, “Panggilkan untukku
sesepuh-sesepuh Quraisy yang hijrah pada waktu Fathu Makkah (orang-
orang yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah) !” Maka aku panggilkan mereka itu. Dan ternyata mereka itu satu pendapat, tidak terjadi
perbedaan pendapat diantara dua orang. Mereka berkata : “Kami
berpendapat, bahwasanya engkau harus kembali membawa orang-orang
ini dan jangan engkau membawa mereka datang ke wabah itu”. Kemudian
Umar menyeru kepada orang banyak, “Sesungguhnya aku bersiap-siap
naik kendaraan untuk pulang, maka bersiap-siaplah kalian !”. Maka Abu
Ubaidah bin Jarrah berkata, “Apakah akan lari dari taqdir Allah ?”. Umar
menjawab, “Seandainya bukan kamu yang mengatakan begitu hai Abu
Ubaidah, (saya tidak heran)”. Dan Umar tidak suka berselisih dengannya.
(Umar berkata ), “Ya, kita lari dari taqdir Allah menuju kepada taqdir Allah
yang lain. Bagaimana pendapatmu, kalau kamu mempunyai onta yang
kamu bawa turun ke suatu lembah yang mempunyai dua sisi, yang satu
subur dan yang satunya lagi tandus. Bukankah jika kamu
menggembalakannya pada sisi yang subur itu berarti kamu
menggembalakannya dengan taqdir Allah ? Dan jika kamu
menggembalakannya pada sisi yang tandus itupun berarti kamu
menggembalakannya dengan taqdir Allah ?”. Kemudian Abdurrahman bin
‘Auf datang dari (bepergian karena) suatu keperluan. Kemudian ia berkata,
“Sesungguhnya saya mempunyai ilmu tentang hal ini. Saya pernah
mendengar Raulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendengar di suatu
daerah (terjangkit wabah), maka janganlah kalian masuk ke daerah itu.
Dan apabila wabah itu berjangkit di suatu daerah sedang kamu berada
padanya, maka janganlah kalian keluar melarikan diri dari daerah
tersebut”. (Ibnu Abbas) berkata, “Lalu Umar bin Khaththab memuji Allah,
kemudian kembali dan meninggalkan tempat itu”. [HR. Muslim juz 4, hal.
1740]